SEBUAH video aksi kekerasan sejumlah pria berseragam Kepolisian RI
tiba-tiba membetot perhatian publik. Sejumlah pria bertelanjang dada
yang tertangkap, ada di antaranya dengan bagian tubuh tertembus peluru,
diperlakukan dengan kasar oleh para pria berseragam itu.
Dalam kondisi lemah, mereka diinjak sambil diinterogasi. Secuplik kisah
ini muncul dalam rekaman gambar hampir berdurasi lima menit yang nongol
di jejaring sosial YouTube.
Publik pun ramai membincangkan sembari menunjuk – sesuai tajuk video
yang diunggah – Detasemen Antiteror (Densus) 88 sebagai pelaku utama
kekerasan tersebut. Namun Kepala Kepolisian RI, Jenderal Timur Pradopo
membantah. “Itu anggota Brimob Polda Sulawesi Tengah,” tandasnya.
Memang, tempat kejadian peristiwanya ada di Poso, Sulawesi Tengah.
Namun Densus 88 terlanjur menjadi sorotan publik.
Bagaimana kisah pasukan pemburu pelaku aksi teror yang kerap menggunakan topeng saat melakukan penangkapan ini?
Jadi Bintang usai Bom Bali
Pasukan dengan anggota tak lebih dari 400 orang ini dibentuk sebagai
respons atas peristiwa peledakan bom di Jalan Legian, Kuta, Bali, pada
2002. Peristiwa ini mengakibatkan lebih dari 200 orang meninggal dunia,
sebagian di antaranya adalah warga negara asing.
Dari peristiwa ini, pemerintah memandang bahwa ancaman aksi terorisme di
Indonesia makin serius. Peristiwa yang dikenal dengan Bom Bali 1 itu
merupakan klimaks, sampai akhirnya dikeluarkan Instruksi Presiden Nomor 4
Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Terorisme.
Instruksi ini dipicu oleh maraknya teror bom hebat sejak 2001. Aturan
ini kemudian dipertegas dengan diterbitkannya paket Kebijakan Nasional
terhadap pemberantasan terorisme dalam bentuk Peraturan Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 dan 2 Tahun 2002.
Peraturan pengganti itu pun ditetapkan menjadi Undang-undang Nomor 15
Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Dari sinilah
lahirnya Detasemen Khusus 88, melalui surat keputusan Kepala Kepolisian
RI Jenderal Da’i Bachtiar mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 30/VI/2003
tertanggal 20 Juni 2003.
Dari satu perburuan ke perburuan lain
Dalam beragam aksinya, pasukan khusus yang ikut dilatih oleh badan
intelijen Amerika (CIA dan FBI) itu didukung persenjataan dan peralatan
pendukung canggih. Di antaranya, seperti senapan serbu Colt M4 5.56 mm,
Steyr AUG (senapan penembak jitu), Armalite AR-10, serta shotgun
Remington 870 buatan Amerika Serikat.
Dengan beragam peralatan mutakhir anggota Densus 88 seperti memburu
mitos di tengah masyarakat. Nama dr Azahari dan Noordin M. Top pada
awalnya juga seperti bayang-bayang bagi sebagian besar rakyat Indonesia.
Namun Densus 88 membuktikan bahwa wujud mereka ada.
Melalui sebuah drama penggerebekan di Batu, Malang, Jawa Timur, Azahari
yang dituding sebagai biang teroris paling dicari di Indonesia, tewas.
Semua aksi ini secara lengkap disiarkan televisi laiknya adegan pada
film aksi Hollywood, lengkap dengan adu tembak dan sesekali ledakan
besar.
Nama lain yang ikut melambungkan Densus 88 adalah sejumlah terduga
teroris yang dianggap masuk dalam “Lingkaran 1 Azahari”. Sebut saja di
antaranya, Noordin M. Top yang sempat beberapa kali lolos penggerebekan.
Selanjutnya adalah rangkaian penyerbuan dan penangkapan sejumlah orang
yang dituduh sebagai teroris. Sejak peristiwa naas Bom Bali 1, sudah
lebih dari 800-an terduga teroris ditangkap, yang hampir 10 persennya
tewas di tempat.
Dari pelaku peristiwa bom Bali II, pengeboman Kedutaan Australia, hingga
ledakan di Hotel J.W Marriot. Terakhir adalah penangkapan Ali Sanang
alias Papa Kairul, terduga teroris yang dianggap jaringan Poso, Sulawesi
Tengah, pada Januari 2013. Ali merupakan satu dari 24 target yang masuk
dalam daftar perburuan Densus 88.
Jaringan ini dituding terlibat dalam beberapa latihan dan aksi teror di
Poso. Begitulah kisah seterusnya perburuan Densus 88. Masyarakat cukup
harus menerima bahwa mereka yang ditangkap, baik dalam kondisi hidup
ataupun mati adalah para teroris.
Lewat beragam aksinya, nama Densus 88 terus makin populer.
Tapi kini, rupanya giliran para pemburu itu yang diburu. Aksi mereka
yang tak tampak di permukaan, lagi-lagi kecuali saat drama penangkapan
yang disiarkan langsung oleh televisi, kali ini dapat tandingan
publikasi. Sedikitnya ada dua video amatir merekam aksi pria berseragam
yang dianggap sebagai kelompok Densus 88 sedang melakukan tindakan
menyiksa.
Banyak masyarakat minta agar pasukan khusus itu dibubarkan, terutama
lantaran aksinya yang dianggap melanggar hak asasi manusia. Kali ini,
untuk kedua kalinya, desakan datang dari sejumlah organisasi massa
Islam.
Berkumpul di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah akhir minggu pertama Maret
misalnya, 27 organisasi massa yang tergabung dalam Silaturrahmi Ormas
Lembaga Islam atau SOLI minta Densus 88 dievaluasi. Kalau perlu
dibubarkan atas dugaan pelanggaran HAM berat.
Anggota ormas yang terkemuka dalam kelompok itu, di antaranya: Majelis
Ulama Indonesia Pusat, Pimpinan Pusat Muhammadiya, Muslimat NU, Ikatan
Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), DPP Syarikat Islam, PP Matla’ul
Anwar, serta Al Irsyad.
Dalam pernyataan sikap yang dibacakan oleh Marwah Daud Ibrahim, Ketua
Presidium ICMI, Densus 88 telah terbukti (tindakannya) melampaui
kepatutan maupun kepantasan dan batas perikemanusiaan. “Sebagian terekam
dalam video yang beredar. Densus 88 telah menelan banyak korban serta
menimbulkan kesedihan, luka dan trauma yang mendalam.”
Tokoh organisasi Islam seperti Din Syamsuddin, Ketua Umum PP Muhammadiah
ikut mendampingi penyampaian sikap itu. “Kami mendesak pemerintah untuk
mengaudit kinerja (termasuk keuangan) lembaga tersebut (Densus 88),”
ujarnya.
Desakan seperti ini terus muncul melalui pemberitaan. Densus 88 sedang
diburu agar dibubarkan. Tapi Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes
Polri Komjen Sutarman menjawab tegas: “Ada orang-orang tertentu,
khususnya teroris, yang menghendaki Densus dibubarkan."
Bahkan katanya, jika Densus 88 dibubarkan, peristiwa bom bisa terulang lagi. Duh!
Sumber "http://id.berita.yahoo.com/kisah-densus-88-biasa-memburu-kini-diburu-073624423.html"
Posting Komentar
Terima Kasih Telah Membaca Artikel di :
Blog Penguintanah - Biar Mainstream yang Penting Tetap Menarik.
Silahkan Berkomentar yang Relevan Tanpa Menyinggung Suku, Agama, Budaya atau Ras Tertentu.